contoh kasus
Eksistensi kereta api sebagai salah satu media transportasi darat telah diakui memiliki peranan yang sangat penting sejak pertama kali ditemukan hingga saat ini. Di Indonesia sendiri, awal mula pengoperasian transportasi kereta api adalah disebabkan penjajah negeri ini ketika itu membutuhkan transportasi darat yang dapat mengangkut seluruh sumber daya alam dalam jumlah besar yang telah dieksploitasi dari daerah penghasil yang tidak memiliki pelabuhan. Selain itu, mereka membutuhkan kereta api juga untuk membawa para serdadu dan buruh, serta untuk memudahkan masyarakat bermobilisasi dari satu daerah ke daerah lain. 
Belanda membangun proyek perkeretaapian ini di wilayah di Jawa dan Sumatera. Saat perjuangan merebut kemerdekaan, kereta api tetap berperan penting. Hingga pada masa kemerdekaan pun kereta api tetap merupakan alat transportasi darat yang cepat dan memudahkan banyak orang bergerak dari satu kota ke kota lainnya. Ada banyak keunikan sepanjang jalan berkereta api dari pada menggunakan bis, sehingga tetap banyak orang memilih kereta api sebagai angkutan cepat yang ekonomis.
Namun transportasi darat ini kini tersaingi oleh kehadiran pesawat terbang yang menawarkan pelayanan maksimal dengan harga kompetitif. Masyarakat mulai banyak menggunakan transportasi udara yang dulu terkesan cukup ekslusif dan hanya untuk kalangan kelas atas. Walaupun PT. KAI sebagai pihak penyedia layanan kereta api negara telah menyediakan gerbong khusus kelas eksekutif, namun tarif-tarif promosi pesawat terbang lebih terlihat memikat bagi sebagian masyarakat yang biasa menggunakan kereta api, sehingga kemudian beralih alat transportasi. Belum lagi tantangan dari bis umum yang kini banyak memperbaiki pelayanan dengan harga yang juga kompetitif, telah menjadi pesaing dari eksistensi kereta api pada saat ini.



Kenyamanan dalam Berkereta Api
Semua orang menginginkan pelayanan maksimal ketika menggunakan media transportasi. Apalagi jika konsumen media transportasi tersebut hendak bepergian menuju suatu kota yang relatif jauh dari kota asalnya. Kenyamanan adalah faktor yang sangat penting dan berpengaruh pada kesan akhir yang akan didapat konsumen ketika menggunakannya. Pelayanan seperti ini akan sangat menentukan apakah konsumen akan memilih kendaraan ini lagi atau tidak. Kenyamanan itu sendiri tidak mutlak hanya milik penumpang kelas satu. Semua penumpang berhak atas kenyamanan itu. Dalam perkeretaapian, kenyamanan dilihat dari kelas penumpang. Kereta api memiliki tiga kelas dalam penempatan penumpangnya, yaitu kelas eksekutif, bisnis, dan ekonomi. 
Kenyamanan kelas eksekutif direpresentasikan dengan gerbong berpendingin ruangan, televisi, kursi yang bagus, pelayanan hidangan, dan lain-lain. Namun ternyata hal itu masih tidak menjamin kenyamanan yang utuh. Rel kereta api yang dipakai saat ini adalah rel yang telah dioperasikan selama bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun. Ada juga yang mengatakan bahwa rel yang ada sekarang ini adalah produk dari zaman penjajahan. Dengan keadaan rel yang demikian, tentunya kereta api eksekutif pun belum dapat menyajikan kenyamanan bagi penumpang. Goncangan dan suara ribut yang berasal dari laju kereta api di atas rel menjadi gangguan utama penumpang yang rela membayar mahal demi kenyamanan. Pintu otomatis yang terdapat di dalam gerbong pun seringkali tidak dapat difungsikan dengan baik atau rusak. Penumpang yang ingin terhindar dari keramaian jual beli di dalam kereta pun ternyata tidak dapat sepenuhnya terhindar, karena pada kenyataannya para pedagang pun masih diperkenankan memasuki gerbong tertutup tersebut.
Kenyamanan berkereta api lebih dipertanyakan juga pada kelas bisnis dan ekonomi. Lamanya jam perjalanan, kebersihan gerbong yang rendah, dan fasilitas kereta api yang rusak merupakan keluhan yang sering terlontar dari konsumen kelas bisnis dan ekonomi. Belum lagi jika mempersoalkan keamanan di dalam gerbong yang kurang mendapat perhatian dari PT. KAI sendiri. Jika demikian permasalahannya, jelas harga yang dipatok oleh PT. KAI terlalu tinggi, sementara pelayanan tidak maksimal, terutama dalam hal kenyamanan duduk di dalam kereta api selama dalam perjalanan.

Koproduksi Pemerintah dan Perusahaan Industri Kereta Api
Sebagian kalangan masyarakat berpendapat bahwa privatisasi kereta api mungkin akan dapat meningkatkan kinerja perkeretaapian sehingga akan berdampak pada pelayanan yang berkualitas dan tentunya keuntungan bagi pihak penyedia layanan ini. Namun privatisasi memiliki konsekuensi yang besar, karena perusahaan swasta berorientasi pada peraihan profit. Dengan demikian, masyarakat kembali akan termarjinalkan karena harga tiket kereta api yang mahal. Kemungkinan lebih jauh, sebagaimana Sobandi (2004) menegaskan, adalah pengaruh negatif dalam multiplier effect perekonomian masyarakat.
Sebenarnya pilihan dalam pengelolaan bentuk pelayanan publik tidak harus selalu didominasi pemerintah atau swasta, karena ada bentuk lainnya yaitu strategi multiorganisasi. Strategi ini mengumpulkan berbagai bentuk organisasional secara bersama-sama terlibat dalam penyelenggaraan pelayanan publik (Dwiyanto:1996). Dalam kasus perkeretaapian, PT. KAI sebagai organisasi kereta api negara dapat berperan lebih baik dalam hal pengurusan masalah administrasi, perizinan lokasi rute, dan pengajuan anggarannya. Sementara itu, perusahaan industri manufaktur milik swasta nasional maupun asing dapat diajak bekerja sama dalam pembagian kerja yang proporsional dalam pembuatan rel, gerbong kereta api, maupun strategi dalam manajemen pelayanannya. Pemerintah dapat belajar dari pihak swasta mengenai penyediaan layanan yang maksimal dan juga mendatangkan keuntungan yang berasal dari semakin baiknya kinerja organisasi.Untuk meningkatkan mutu layanan kereta api, pemerintah dapat memulai dari tampilan fisik kereta api. Hal ini dikarenakan tampilan fisik adalah hal yang pertama kali akan terlihat oleh konsumen dan faktor yang turut menentukan kenyamanan penumpangnya. Selain itu perbaikan rel kereta api dan penambahan rute juga akan meningkatkan minat konsumen untuk menggunakan kereta api sebagai transportasi darat. Demikin pula pelayanan konsumen sepanjang perjalanan juga patut diperhatikan. 


solusi
Strategi koproduksi sebenarnya cukup baik jika bisa diterapkan di Indonesia, khususnya di sektor-sektor publik seperti kereta api. Namun keberhasilan tersebut ditentukan oleh beberapa faktor lainnya. Faktor-faktor adalah perubahan orientasi dan sikap dari pemerintah dalam melayani publik, pemberian ruang yang cukup kepada sektor swasta untuk berkembang, dan pengurangan campur tangan berlebihan terhadap swasta apabila swasta telah dapat melakukannya, serta transparansi pemerintah dalam pengelolaan layanan publik yang dilimpahkan atau bekerja sama dengan pihak swasta. Yang juga penting dilakukan adalah perbaikan efektivitas birokrasi dan politik jika pemberian kekuasaan yang besar telah diberikan kepada swasta.
Kelima hal tersebut sangat menentukan efektivitas koproduksi yang dirasa cukup baik untuk mengembangkan usaha negara menjadi sesuatu yang memiliki banyak manfaat dan memudahkan masyarakat, di samping mampu memberikan masukan pada kas pembangunan.





Referensi
Dwiyanto, Agus. 1996. Kemitraan Pemerintah-Swasta dan Relevansi terhadap Reformasi Administrasi Negara. Yogyakarta: Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik Volume 1 Mei 1996.
Sobandi, Baban. 2004. Etika Kebijakan Publik. Bandung: Humaniora Utama Press. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

ARTIKEL TENTANG PENULISAN EYD

Peranan dan Fungsi Bahasa Indonesia

Arti pengembangan Organisasi